Ibadah haji, Rukun Islam yang Kelima, sesudah syahadat, shalat, shiyam dan zakat, semata dilakukan seorang muslim, dalam rangka ibadah memenuhi perintah Allah SWT semata. Tiada lain hanya sebagai tanggung jawab nyata dari ikrar (syahadat) yang telah diucapkan.
Jamaah Haji Indonesia secara bertahap sudah mulai kembali ke Indonesia dengan beragam bawaan dan juga beragam pengalaman dari individu masing-masing. Kita sambut dengan ucapan "Ahlan Wa Sahlan Hajjan Mabruran". Semua bertujuan mencapai sasaran labih mulia dan tinggi. Sikap taqwa kepada Allah terefleksi dalam cara dan pola pikir, bertindak dan berbuat dalam kehidupan sehari-hari.
Semua ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan haji, selalu diakhiri oleh Allah dengan pesan untuk bertaqwa. Bentuk haji yang seperti inilah yang disebut sebagai HAJI MABRUR yang menjadi idaman setiap calon jemaah haji.
Haji Mabrur, mampu mendorong terjadinya perobahan orientasi, visi dan misi kearah peningkatan amal saleh, baik ritual maupun sosial, guna menciptakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Meraih dan mempertahankan haji yang mabrur itu, maka beberapa langkah perlu dilakukan yaitu :
Pertama, Ilmu. Tidak hanya dikarenakan biaya dan energi yang tidak sedikit, tetapi memang semua amalan harus dengan ilmu. Sehingga kita tidak bingung, tidak ikut-ikutan dsb. Maka belajarlah, setelah mengerti baru laksanakan amalan tersebut.
Kedua, niat yang ikhlas karena Allah swt, bukan karena ingin dipuji orang dan berbangga-bangga dengan gelar haji. Seorang yang tidak ikhlas, Allah swt akan menolak amal tersebut sekalipun di mata manusia ia nampak mulia. Kalau perlu hilangkan budaya penambahan titel haji dalam nama, kecuali pemilik dapat bertahan untuk tidak sombong dan merasa lebih dari yang lain atau perasaam-perasaan buruk lainnya. Hilangkan istilah haji politik, haji karbitan (dengan niat lain) atau haji bisnis.
Ketiga, bekalnya harus halal. Haji yang dibekali dengan harta haram pasti Allah swt tolak. Rasulullah saw bersabda: “Sesunguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Di akhir hadits ini Rasulullah menggambarkan seorang musafir sedang berdo’a tetapi pakaiannya dan makanannya haram, maka Allah tidak akan menerima doa tersebut.” HR. Muslim. Demikian juga ibadah haji yang dibekali dengan harta haram seperti hasil korupsi atau persekutuan dengan setan.
Keempat, istiqamah. Istiqamah artinya komitmen yang total untuk mentaati Allah swt dan tunduk kepada-Nya, bukan saja selama haji, melainkan kapan saja dan di mana saja ia berada. Haji tidak akan bermakna jika sekembalinya dari tanah suci, seorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah swt. Tuntunan syetan kembali diagungkan. Merebut harta haram dan kemaksiatan menjadi kebiasaannya sehari-hari. Bila ini yang terjadi, bisa dipastikan bahwa hajinya tidak mabrur. Karena haji mabrur akan selalu diikuti dengan kebajikan. Perilakunya jelas tidak berwarna-warni seperti bunglon. Apa yang Allah swt haramkan senantiasa ia hindari, dan apa yang diwajibkan selalu ia tegakkan secara sempurna.
Kelima, melatih bersifat sabar dan tolong menolong, yang amat diperlukan serta teruji dalam memutuskan dan menunaikan setiap gerak ibadah. Semua urusan memerlukan sifat sabar. Melatih bersifat sabar dalam menghadapi hidup adalah bukti dari kemambruran. Ujian terhadap kesabaran telah diawali sejak berpakaian ihram, dimana setiap orang dilarang untuk bermusuhan, mencaci dan bertengkar (yang termasuk perbuatan jidal) sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
".....Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fasik dan berbuat jidal di saat haji.." (Al-Baqarah: 197)
Meski orang yang meraih haji mabrur tak dapat diidentifikasi secara pasti, namun Rasulullah SAW pernah menunjukkan beberapa indikatornya. Ketika ditanya tentang kebaikan haji, beliau bersabda: Memberi makan dan bertutur kata yang baik.
Memberi makan di sini harus dipahami secara luas, yaitu kesediaan kita untuk berbagi rasa dengan sesama serta kesanggupan kita untuk menyumbangkan sebagian harta yang kita miliki untuk fakir miskin dan kaum dhu'afa. Sedang yang dimaksud bertutur kata yang baik, menurut Imam Ghazali, adalah berbudi luhur dan berakhlak mulia. Setiap pelaku haji, demikian Ghazali, harus memperhatikan betul soal akhlak ini, baik sewaktu berada di Tanah Suci maupun setelah kembali ke kampung halamannya. Inilah makna yang dapat dipahami dari ayat 197 surah al-Baqarah.
Kedua indikator yang disebut Nabi SAW di atas, berdimensi sosial. Ini berarti, haji yang mabrur pada hakikatnya adalah haji yang dapat membuat pelakunya semakin peduli terhadap persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan. Ia dan masyarakat memperoleh kebaikan dari ibadah haji yang dilakukannya. Karena itu, surga Allah memang pantas dan layak baginya
Terakhir, seseorang yang naik haji akan di sebut haji mabrur setelah ia nampak bahwa hidupnya lebih istiqamah dan kebajikannya selalu bertambah, tidak menanamkan kedengkian, kebencian, bersifat bermusuhan kepada pihak lain sampai ia menghadap Allah SWT.
Cetak Artikel ini
Jamaah Haji Indonesia secara bertahap sudah mulai kembali ke Indonesia dengan beragam bawaan dan juga beragam pengalaman dari individu masing-masing. Kita sambut dengan ucapan "Ahlan Wa Sahlan Hajjan Mabruran". Semua bertujuan mencapai sasaran labih mulia dan tinggi. Sikap taqwa kepada Allah terefleksi dalam cara dan pola pikir, bertindak dan berbuat dalam kehidupan sehari-hari.
Semua ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan haji, selalu diakhiri oleh Allah dengan pesan untuk bertaqwa. Bentuk haji yang seperti inilah yang disebut sebagai HAJI MABRUR yang menjadi idaman setiap calon jemaah haji.
Haji Mabrur, mampu mendorong terjadinya perobahan orientasi, visi dan misi kearah peningkatan amal saleh, baik ritual maupun sosial, guna menciptakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Meraih dan mempertahankan haji yang mabrur itu, maka beberapa langkah perlu dilakukan yaitu :
Pertama, Ilmu. Tidak hanya dikarenakan biaya dan energi yang tidak sedikit, tetapi memang semua amalan harus dengan ilmu. Sehingga kita tidak bingung, tidak ikut-ikutan dsb. Maka belajarlah, setelah mengerti baru laksanakan amalan tersebut.
Kedua, niat yang ikhlas karena Allah swt, bukan karena ingin dipuji orang dan berbangga-bangga dengan gelar haji. Seorang yang tidak ikhlas, Allah swt akan menolak amal tersebut sekalipun di mata manusia ia nampak mulia. Kalau perlu hilangkan budaya penambahan titel haji dalam nama, kecuali pemilik dapat bertahan untuk tidak sombong dan merasa lebih dari yang lain atau perasaam-perasaan buruk lainnya. Hilangkan istilah haji politik, haji karbitan (dengan niat lain) atau haji bisnis.
Ketiga, bekalnya harus halal. Haji yang dibekali dengan harta haram pasti Allah swt tolak. Rasulullah saw bersabda: “Sesunguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Di akhir hadits ini Rasulullah menggambarkan seorang musafir sedang berdo’a tetapi pakaiannya dan makanannya haram, maka Allah tidak akan menerima doa tersebut.” HR. Muslim. Demikian juga ibadah haji yang dibekali dengan harta haram seperti hasil korupsi atau persekutuan dengan setan.
Keempat, istiqamah. Istiqamah artinya komitmen yang total untuk mentaati Allah swt dan tunduk kepada-Nya, bukan saja selama haji, melainkan kapan saja dan di mana saja ia berada. Haji tidak akan bermakna jika sekembalinya dari tanah suci, seorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah swt. Tuntunan syetan kembali diagungkan. Merebut harta haram dan kemaksiatan menjadi kebiasaannya sehari-hari. Bila ini yang terjadi, bisa dipastikan bahwa hajinya tidak mabrur. Karena haji mabrur akan selalu diikuti dengan kebajikan. Perilakunya jelas tidak berwarna-warni seperti bunglon. Apa yang Allah swt haramkan senantiasa ia hindari, dan apa yang diwajibkan selalu ia tegakkan secara sempurna.
Kelima, melatih bersifat sabar dan tolong menolong, yang amat diperlukan serta teruji dalam memutuskan dan menunaikan setiap gerak ibadah. Semua urusan memerlukan sifat sabar. Melatih bersifat sabar dalam menghadapi hidup adalah bukti dari kemambruran. Ujian terhadap kesabaran telah diawali sejak berpakaian ihram, dimana setiap orang dilarang untuk bermusuhan, mencaci dan bertengkar (yang termasuk perbuatan jidal) sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
".....Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fasik dan berbuat jidal di saat haji.." (Al-Baqarah: 197)
Meski orang yang meraih haji mabrur tak dapat diidentifikasi secara pasti, namun Rasulullah SAW pernah menunjukkan beberapa indikatornya. Ketika ditanya tentang kebaikan haji, beliau bersabda: Memberi makan dan bertutur kata yang baik.
Memberi makan di sini harus dipahami secara luas, yaitu kesediaan kita untuk berbagi rasa dengan sesama serta kesanggupan kita untuk menyumbangkan sebagian harta yang kita miliki untuk fakir miskin dan kaum dhu'afa. Sedang yang dimaksud bertutur kata yang baik, menurut Imam Ghazali, adalah berbudi luhur dan berakhlak mulia. Setiap pelaku haji, demikian Ghazali, harus memperhatikan betul soal akhlak ini, baik sewaktu berada di Tanah Suci maupun setelah kembali ke kampung halamannya. Inilah makna yang dapat dipahami dari ayat 197 surah al-Baqarah.
Kedua indikator yang disebut Nabi SAW di atas, berdimensi sosial. Ini berarti, haji yang mabrur pada hakikatnya adalah haji yang dapat membuat pelakunya semakin peduli terhadap persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan. Ia dan masyarakat memperoleh kebaikan dari ibadah haji yang dilakukannya. Karena itu, surga Allah memang pantas dan layak baginya
Terakhir, seseorang yang naik haji akan di sebut haji mabrur setelah ia nampak bahwa hidupnya lebih istiqamah dan kebajikannya selalu bertambah, tidak menanamkan kedengkian, kebencian, bersifat bermusuhan kepada pihak lain sampai ia menghadap Allah SWT.
Cetak Artikel ini
12 komentar:
kapan kita pergi haji bersama nih,he..he...
wah pengen jg neh naik pak haji :D
Aku pengen juga nih her ....he3
Kepengen banget mas menunaikan rukun islam yg kelima ini...inysaallah kita pergi sama2 ya.Amiiin
katanya, naik haji itu rukun islam yang ke-enam. Rukun islam yang ke-lima itu adalah punya mobil :), karena kalo belum punya mobil trus naik haji, rasanya gimanaaaa ... gitu... hehe.. becanda..
tapi meskipun begitu, aku juga pingin segera naik haji.. bareng yuukk... siapa mau ikutan..???
Mudah2an aku bisa naik haji, amin :D
Jadi kepengen naik Haji ya!!! Insya Allah tercapai ya kita pergi Haji...Amin
Pak Herdyn baru pulang haji ya???
waaah, jadi pingin pergi haji lagi nih aku....
mudah2han yang pada komentar disini tahun depan bisa naik haji sama2 .amin
mudah2han yang pada komentar disini tahun depan bisa naik haji sama2. amin
WAH... saya bisa ngak ya naik haji... mau ni.. kalo mas ini membantu.. hehee:)
Semoga kita diberi kesempatan, baik dalam rizki maupun usia dan kesehatan agar suatu saat bisa melaksanakan ibadah haji. Amiin
Post a Comment